Rabu, 23 Okt 2024
Home
Search
Menu
Share
More
abuamatillah pada Akidah
9 Jul 2024 01:28 - 6 menit reading

Tauhid: Makna, Pembagian, dan Keutamaannya

Ditulis oleh: Anshari

بسم الله الرحمن الرحيم

الحمد لله رب العالمين والصلاة والسلام على نبينا محمد وعلى آله وصحبه ومن تبعهم بإحسان إلى يوم الدين

:أما بعد

       Tauhid merupakan pembahasan yang paling pokok dalam kehidupan seorang muslim, karena tauhid merupakan tujuan utama diciptakannya jin dan manusia. Sebagaimana firman Allah Subhanahu Wata’ala:

وَمَا خَلَقْتُ ٱلْجِنَّ وَٱلْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

Artinya: 
“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” (Surah adz-Dzariyaat, ayat 56)

Dan makna ibadah pada ayat tersebut adalah mentauhidkan Allah Subhanahu Wata’ala. (Lihat Kitab Tsalatsatul Ushul)

       Tauhid juga merupakan ilmu yang paling utama, karena objek kajiannya terkait dengan Allah Subhanahu Wata ‘ala, Nama-Nama dan Sifat-Sifat-Nya, demikian juga mengkaji bagaimana memurnikan ibadah hanya kepada-Nya. Oleh karena itu, ada sebuah istilah di kalangan para ulama yang mengatakan bahwa:

شَرَفُ الْعِلْمِ بِشَرَفِ الْمَعْلُومِ

Kemuliaan ilmu itu sesuai dengan objek kajiannya.

       Maka melalui tulisan ini, akan disebutkan terkait dengan Makna, Pembagian, dan Keutamaan Tauhid.

       Tauhid secara bahasa berasal dari kata وَحّدَ – يُوَحِّدُ yang artinya menjadikan sesuatu menjadi satu. Ada pun secara istilah, tauhid adalah menunggalkan (mengesakan) Allah dalam beribadah dan meninggalkan segala bentuk ibadah kepada selain-Nya. (Syeikh Shalih Fauzan, Syarah al-Aqidah at-Tahawiyah, hal. 24]

       Para ulama ahlusunnah dari masa ke masa telah sepakat bahwa tauhid terbagi tiga, yaitu:

Pertama, Tauhid Rububiyah, yaitu menunggalkan Allah Subhanahu Wata’ala dalam hal perbuatan-Nya, seperti mencipta, memberi rezeki, menghidupkan, mematikan, mengatur segala sesuatu. Allah Subhanahu Wata’ala berfirman:

اللهُ خَالِقُ كُلِّ شَيْء

Artinya:
“Allah adalah pencipta segala sesuatu….” (Surah az-Zumar, ayat 62)
Dan ayat-ayat yang semisal dengan ini sangat banyak di dalam Al-Qur’an.

Kedua, Tauhid Uluhiyah, yaitu menunggalkan Allah Subhanahu Wata’ala dalam beribadah kepada-Nya, dengan penuh kecintaan, rasa takut, dan harapan, serta menaati perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Allah Subhanahu Wata’ala berfirman:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ ٱعْبُدُوا۟ رَبَّكُمُ ٱلَّذِى خَلَقَكُمْ وَٱلَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

Artinya:
“Wahai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa.” (Surah al-Baqarah, ayat 21)

Ketiga, Tauhid Asma’ wa Sifaat, yaitu mentauhidkan Allah Subhanahu Wata’ala dalam hal nama-nama dan sifat-sifat Allah, dengan menetapkan apa yang ditetapkan oleh Allah untuk diri-Nya atau yang ditetapkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam dari nama-nama dan sifat-sifat Allah, serta menyucikan dari apa-apa yang disucikan untuk diri-Nya dan rasul-Nya dari segala bentuk aib dan kekurangan. Allah Subhanahu Wata’ala berfirman:

وَلِله الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَىٰ فَادْعُوهُ بِهَا

Artinya:
“Hanya milik Allah nama-nama yang indah (asmaaul husna), maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaaul husna.” (Surah al-A’raf, ayat 180)

       Tiga macam tauhid di atas juga terkumpul dalam satu ayat, yaitu firman Allah Subhanahu Wata’ala:

رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا فَاعْبُدْهُ وَاصْطَبِرْ لِعِبَادَتِهِ ۚ هَلْ تَعْلَمُ لَهُ سَمِيًّا

Artinya:
“Tuhan (yang menguasai) langit dan bumi dan apa-apa yang ada di antara keduanya, maka sembahlah Dia dan berteguh hatilah dalam beribadah kepada-Nya. Apakah kamu mengetahui ada seorang yang sama dengan Dia (yang patut disembah)?” (Surah Maryam, ayat 65)

       Sebagian ulama menyebutkan bahwa tauhid terbagi dua, yaitu: Tauhid fil ma’rifah wal itsbaat ( توحيد في المعرفة والإثبات ) dan Tauhid fil iraadah wat thalab ( توحيد في الإرادة والطلب ). Atau dengan ungkapan yang lain: Tauhiid ‘Ilmiy ( توحيدٌ علميٌّ ) dan Tauhiid ‘Amaliy ( توحيدٌ عمليٌّ ). (Lihat Kitab Tsamaratul ‘Ilmi al-‘Amal)

       Kedua istilah di atas tidaklah bertentangan dengan pembagian tauhid menjadi tiga, karena poin pertama yang dimaksudkan adalah Tauhid Rububiyah dan Tauhid Asma’ Wasifaat. Sementara poin kedua yang dimaksudkan adalah Tauhid Uluhiyah.

Wallahu a’lam.

       Setelah seseorang mengetahui tentang makna tauhid dan juga macam-macamnya, maka dia juga dituntut untuk mengetahui keutamaannya agar semakin bersemangat untuk mewujudkannya. Berikut ini kami akan menyebutkan beberapa keutamaan tauhid.

Pertama: Tauhid merupakan dakwah para rasul Allah Subhaanahu Wata’ala.

       Sebagaimana firman Allah Subhaanahu Wata’ala:

ولقد بعثنا في كل أمة رسولا أن اعبدوا اللّٰه واجتنبوا الطغوت

Artinya:
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan) ‘Sembahlah Allah (semata), dan jauhilah thagut…” (Surah an-Nahl, ayat 36)

       Syeikh Shalih bin Fauzan hafizhahullah  menyebutkan bahwa “Sesungguhnya hikmah pengutusan para rasul adalah untuk berdakwah menyeru kepada tauhid dan melarang dari kesyirikan. Dan sesungguhnya agama para nabi adalah satu, yaitu memurnikan peribadahan kepada Allah Subhaanahu Wata’ala dan meninggalkan kesyirikan, meskipun syariat mereka berbeda-beda.” (Al-Mulakhkhash Syarh Kitab Tauhid, hal. 11)

       Hal ini menunjukkan bahwa semua rasul yang diutus oleh Allah Allah Subhanahu Wata’ala membawa misi yang sama, yaitu dakwah tauhid, seperti Nabi Nuh, Hud, Shalih, Ibrahim, Musa, Isa sampai Nabi kita Muhammad ‘alaihimussalatu wassalam.

Kedua: Orang yang Mentauhidkan Allah akan Mendapatkan Petunjuk dan Keamanan.

       Hal ini sebagaimana firman Allah Subhanahu Wata’ala:

الذين ءامنوا ولم يلبسوا إيمنهم بظلم أولئك لهم الأمن وهم مهتدون

Artinya:
“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan keimanannya dengan kezhaliman (kesyirikan), mereka itu akan mendapatkan rasa aman dan merekalah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (Surah al-An’am, ayat 82)

       Di dalam Shahih al-Bukhariy disebutkan bahwa ketika ayat ini turun, maka para sahabat bertanya, ‘Ya Rasulullah, siapakah di antara kami yang tidak menzhalimi dirinya?’ Maka beliau bersabda: ‘Ayat itu bukanlah sebagaimana perkataan kalian, tapi yang diinginkan dengan tidak mencampuradukkan dengan kezhaliman yaitu dengan kesyirikan. Tidakkah kalian mendengar ucapan orang yang shaleh. yaitu Luqman kepada anaknya, ‘Wahai anakku, janganlah engkau berbuat kesyirikan! Karena sesungguhnya kesyirikan itu adalah kezhaliman yang paling besar’.

       Petunjuk yang dimaksud dalam ayat di atas adalah petunjuk di dunia untuk mengetahui dan mengamalkan syariat Allah Subhanahu Wata’ala. Mendapat petunjuk dengan ilmu merupakan petunjuk tuntunan (hidayah al-bayaan), sedangkan mendapat petunjuk untuk mengamalkan merupakan petunjuk taufik (hidayah at-taufiq), dan mereka mendapatkan petunjuk di akhirat menuju surga. (Syeikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahulaah, Al-Qaulul Mufiid ‘ala Kitab at-Tauhiid, hal. 62)

Ketiga: Tauhid Merupakan Pendorong yang Paling Besar untuk Melakukan Ketaatan.

       Seorang muwahhid (orang yang bertauhid) akan beramal karena Allah Subhanahu Wa ta’ala. Adapun selain muwahhid, seperti orang yang beramal karena riya, maka dia akan bersedekah, shalat, dan juga ibadah yang lainnya ketika ada orang yang melihatnya.

       Oleh karena itu, sebagian as-salaf berkata: “Aku ingin mendekatkan diri kepada Allah dengan ketaatan yang tidak ada yang mengetahuinya kecuali Allah semata.” [Syeikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, Al-Qaulul Mufiid ‘alaa Kitaab at-Tauhiid, juz I, hal. 60]

Keempat: Tauhid Merupakan Sarana yang Paling Baik untuk Menyucikan Jiwa.

       Siapa saja yang ingin menyucikan jiwanya maka hendaknya dia mentauhidkan Allah Subhanahu Wata’ala dan menjauhi segala bentuk kesyirikan. Karena kesyirikan itu merupakan kotoran yang sangat berbahaya bagi jiwa.

       Syeikh Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin al-Badr hagizhahullah berkata:

فلا زكاةَ للنَّفس إلا بتحقيق التوحيد, وإفراد الله عزّ وجلّ بالعبادة وإخلاص العمل له

Maka tidak ada kesucian jiwa kecuali dengan mewujudkan tauhid, mengesakan Allah Azza Wajalla dalam ibadah dan mengikhlaskan amalan hanya kepada-Nya. (Asyru Qawaaid fii Tazkiyah an-Nufuus, hal. 12)

Kelima: Tauhid Merupakan Sebab Keselamatan Dunia dan Akhirat.

       Tidak ada keselamatan di dunia terlebih di akhirat kecuali dengan mewujudkan tauhid dan berlepas diri dari segala bentuk kesyirikan. Keselamatan di negeri akhirat bagi orang-orang yang bertauhid akan diperoleh dengan dua bentuk:

  1. Keselamatan sehingga tidak masuk neraka, untuk orang-orang yang mewujudkan tahuidnya secara sempurna. Mereka tidak akan disentuh oleh api neraka, bahkan masuk surga tanpa hisab dan tanpa azab.
  2. Keselamatan sehingga dia tidak kekal di dalam neraka, untuk orang-orang yang memiliki tauhid namun tidak menyempurnakannya. Mereka jatuh pada dosa-dosa besar yang melemahkan tauhidnya, sehingga berhak masuk neraka. Akan tetapi, mereka tidak kekal di dalamnya karena memiliki tauhid. (Lihat Asyrun Mujibaatun lin Najaah, hal. 10)

Wallahu a’lam.
Washallallahu ‘alaa Nabiyyina Muhammadin wa ‘alaa aalihi washahbihi ajma’iin, walhamdulillahi Rabbil ‘aalamin.