Kamis, 21 Nov 2024
Home
Search
Menu
Share
More
abuamatillah pada Fikih
22 Jul 2024 20:25 - 8 menit reading

Penyakit Hati dan Obatnya

       Hati merupakan anggota tubuh yang hendaknya diberi perhatian yang lebih daripada perhatian seseorang terhadap anggota tubuh yang lainnya. Karena apabila hati seseorang baik maka akan baik seluruh anggota tubuhnya. Dan apabila hatinya rusak maka akan rusak pula seluruh anggota tubuhnya.

       Hal ini sebagaimana dalam hadits an-Nu’man bin Basyir radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

أَلا إِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ، وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ أَلا وَهِيَ الْقَلْبُ

Artinya:
“Ketahuilah, bahwasanya di dalam tubuh ada segumpal daging, apabila dia baik maka akan baik seluruh tubuh, dan apabila dia rusak maka akan rusak seluruh tubuh. Ketahuilah bahwa dia adalah hati” (Diriwayatkan oleh al-Bukhariy, no. 52 dan Muslim, no. 1599).

       Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata:

الْقَلْبُ مَلَكٌ وَلَهُ جُنُودٌ، فَإِذَا صَلُحَ الْمَلِكُ صَلُحَتْ جُنُودُهُ، وَإِذَا فَسَدَ الْمَلِكُ فَسَدَتْ جُنُودُهُ

Artinya:
“Hati itu adalah raja dan dia memiliki bala tentara, apabila raja baik maka akan baik bala tentaranya. Dan apabila raja rusak maka akan rusak bala tentaranya” (Diriwayatkan oleh al-Baihaqiy dalam Syu’abul Iman, no. 108).

       Para ulama yang membahas tentang penyucian jiwa (tazkiyatun nafs) membagi hati menjadi tiga, yaitu: (1) hati yang sehat, (2) hati yang sakit, dan (3) hati yang mati. Namun, yang menjadi fokus pembahasan di dalam tulisan ini adalah poin yang kedua, yaitu hati yang sakit dan sekaligus cara mengobatinya.

       Ibnul Qayyim rahimahullah berkata:

القلب يمرضُ كما يمرضُ البدنُ وشفاؤه في التوبة والحمية، ويصدأ كما تصدأ المرآة وجلاؤه بالذكر، ويعرى كما يعرى الجسمُ وزيمته التقوى، ويجوع ويظمعُ كما يجوع البدنُ وطعامه وشرابه: المعرفةُ، والمحبة، والتوكل، والإنابة، والخدمة

“Hati bisa mengalami sakit sebagaimana halnya badan dan obatnya adalah dengan bertaubat dan menjaganya dari perbuatan buruk. Hati juga bisa berkarat sebagaimana cermin, dan untuk membersihkannya adalah dengan berdzikir, hati juga bisa telanjang sebagaimana halnya badan dan pakaiannya adalah takwa. Hati bisa mengalami lapar sebagaimana halnya tubuh, makanan dan minumannya adalah mengenal dan mencintai Allah, bertawakkal dan kembali kepada-Nya serta berkhidmat kepada-Nya” (Fawaaidul Fawaaid, hal. 226).

       Ibrahim al-Khawwash dan Yahya bin Mu’adz rahimahumallah menyebutkan lima kiat untuk mengobati hati yang keras, keduanya berkata:

.دواء القلب خمسةُ أشياء: قراءة القرآن بالتدبر، وخلاء البطن، وقيام الليل، والتضرع عند السحر، ومجالسة الصالحين

Artinya:
“Obat hati (yang sakit) pada lima hal: Membaca Al-Qur’an dengan tadabbur, mengosongkan perut, shalat malam, merendahkan diri (berdzikir) di waktu sahur, duduk bersama orang-orang shaleh” (Ibnu Rajab al-Hanbali, Dzammu Qaswatil Qalb, hal. 3, dan Ibnul Jauziy, Dzammul Hawa, hal. 44).

       Dari keterangan dua orang alim di atas dapat diketahui bahwa obat hati ada lima, walaupun penyebutan angka lima di sini bukanlah pembatasan. Akan tetapi, ini merupakan metode untuk memudahkan seseorang untuk mengingat, menghafal, dan mengamalkannya.

Pertama: Membaca Al-Qur’an dengan Tadabbur (قراءة القرآن بالتدبر)

       Kata tadabbur dalam bahasa Arab berasal dari kata  تدبّر – يتدبّر, ini semisal dengan kata تغلّم – يتعلّم   yang berwazan تفعّل  yang menunjukkan makna membebani perbuatan dan meraih sesuatu setelah mengerahkan usaha yang sungguh-sungguh.

       Adapun secara istilah, tadabbur adalah:

التّأمل في الألفاظ للوصول إلى معانيها

“Merenungkan lafaz-lafaz untuk sampai kepada kandunga-kandungan maknanya.” (Syeikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah, Ushul fii at-Tafsiir, hal. 19).

       Mentadabburi Al-Qur’an merupakan salah satu tujuan diturunkannya ayat-ayat Allah Subhanahu Wata’ala. Sebagaimana firman-Nya:

كِتَابٌ أَنزلْنَاهُ إِلَيْكَ مُبَارَكٌ لِيَدَّبَّرُوا آيَاتِهِ وَلِيَتَذَكَّرَ أُولُو الألْبَابِ

Artinya:
“Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayat-Nya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran” (Surah Shad, ayat 29).

       Membaca Al-Qur’an dengan tadabbur merupakan ciri orang-orang yang beriman, sebagaimana firman Allah Subhanahu Wata’ala:

.الَّذِينَ آتَيْنَاهُمُ الْكِتَابَ يَتْلُونَهُ حَقَّ تِلَاوَتِهِ أُولَئِكَ يُؤْمِنُونَ بِهِ وَمَنْ يَكْفُرْ بِهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ  

Artinya:
“Orang-orang yang telah Kami berikan Al kitab kepadanya, mereka membacanya dengan bacaan yang sebenarnya, mereka itu beriman kepadanya. dan Barang siapa yang ingkar kepadanya, Maka mereka Itulah orang-orang yang rugi” (Surah al-Baqarah, ayat 121).

       Dan yang dimaksud dengan تلاوة الكتاب حقّ تلاوته adalah:

تكون بقراءته وحفظه، وفهمه وتدبره، والعمل به، كما فسّره بذلك الصحابة والتّابعون

“Membaca dan menghafalnya, memahami dan mentadabburinya, serta mengamalkannya, hal itu sebagaimana penafsiran para sahabat dan tabiin” (Prof. Dr. Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin al-Badr hafizhahullah, ‘Asyru Qawaaid fii Tazkiyah an-Nafs, hal. 19).

       Sahabat Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata:

كان الرجلُ منا إذا تعلَّم عشرَ آياتٍ لم يجاوزهن حتى يعرف معانيَهُن والعمل بهن

“Dahulu salah seorang di antara kami apabila mempelajari sepuluh ayat Al-Qur’an, maka dia tidak akan melewatinya sehingga dia mengetahui makna-maknanya serta mengamalkannya” (Diriwayatkan oleh Ahmad dalam ­Musnadnya, no. 23482).

       Fudhail bin Iyadh rahimahullah berkata:

.إنما نَزل القرآنُ ليُعملَ به، فاتّخذ النّاسُ قراءتَه عملا

“Al-Qur’an diturunkan untuk diamalkan, tetapi manusia (menganggap bahwa sekadar) membacanya sebagai bentuk pengamalan” (Al-Ajurriy, Akhlaaq Hamalatil Qur’an, hal. 41).

Kedua: Mengosongkan Perut (وخلاء البطن)

       Mengosongkan perut apakah dalam bentuk berpuasa atau tidak berlebihan dalam makan dan minum merupakan obat yang sangat baik bagi hati. Sebab, berlebih-lebihan dalam segala hal termasuk dalam hal makan merupakan perkara yang tercela. Oleh karena itu, di dalam syariat kita telah ditetapkan ketentuan-ketentuan dalam hal makan dan minum, sebagaimana dalam firman Allah Subhanahu Wata’ala:

يَابَنِي آدَمَ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلَا تُسْرِفُوا إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ

Artinya:
“Wahai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di Setiap (memasuki) mesjid, Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan” (Surah al-A’raaf, ayat 31).

       Al-Imam al-Bukhariy rahimahullah dalam shahihnya pada Kitab al-Libaas meriwayatkan dari Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata:

كُلْ مَا شِئْتَ وَالْبَسْ مَا شِئْتَ، مَا أَخْطَأَتْكَ اثْنَتَانِ: سَرَفٌ أَوْ مَخِيْلَةٌ

“Makanlah sesukamu, berpakaianlah sesukamu, selama engkau menghindari dua hal, yaitu berlebihan dan sombong.”

       Ibnu Katsir rahimahullah di dalam tafsirnya juga menukil perkataan Abdullah radhiyallahu ‘anhuma, beliau berkata:

أَحَلَّ اللهُ الْأَكْلَ وَالشُّرْبَ مَا لَمْ يَكُنْ سَرَفًا أَوْ مَخِيْلَة

“Allah menghalalkan makan dan minum selama tidak berlebihan dan tidak sombong” (Tafsir Ibnu Katsiir, juz II, hal. 267).

       Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam juga memberi bimbingan kepada umatnya tentang ketentuan, etika dan porsi makan agar tidak berlebih-lebihan, sebagaimana dalam hadits:

مَا مَلَأَ ابْنُ آدَمَ وِعَاءً شَرًّا مِنْ بَطْنٍ، بِحَسْبِ ابْنِ آدَمَ لُقَيْمَاتٌ يُقِمْنَ صُلْبَهُ، فَإِنْ غَلَبَتْهُ نَفْسُهُ، فَثُلُثُ لِلطَّعَامِ، وَثُلُثٌ لِلشَّرَابِ، وَثُلُثٌ لِلنَّفَسِ

Artinya:
“Tidak ada wadah yang dipenuhi anak Adam yang lebih buruk dari perutnya. Cukuplah anak Adam memakan beberapa suap makanan untuk menguatkan tulang punggungnya. Apabila tidak ada jalan lain, maka sepertiga untuk makannya, sepertiga untuk minumnya, dan sepertiga untuk minumnya” (Diriwayatkan oleh at-Tirmidziy, no. 2380 dan Ibnu Majah, no. 3349).

       Ibnu Rajab rahimahullah menyebutkan beberapa perkataan para ulama dan ahli kesehatan tentang manfaat makan yang sedikit (tidak berlebih-lebihan dalam hal makan), beliau berkata:

وأما منافعه بالنسبة إلى القلب وصلاحه فإن قلّة الغذاء توجب رقّة القلب وقوة الفهم وانكسار النفس، وضعف الهوى والغضب، وكثرة الغذاء يوجب ضد ذلك

Manfaat bagi hati apabila seseorang sedikit makan, akan menjadikan hati semakin lembut, pemahaman semakin baik, jiwa semakin tenang, nafsu yang buruk akan terkekang, sifat marah akan terkendali. Hal ini berbeda dengan kondisi seseorang yang banyak makan” (Jami’ al-Uluum wa al-Hikam, hal. 471).

       Ibrahim bin Adham rahimahullah berkata:

من ضبط بطنه ضبط دينه، ومن ملك جوعه ملك الأخلاق الصالحة، وإن معصية الله بعيدة من الجائع قريبة من الشبعان، والشبع يميت القلب ومنه يكون الفرح والمرح والضحك

Barangsiapa yang memelihara perutnya maka akan terpelihara agamanya. Barangsiapa yang menguasai rasa laparnya maka dia akan memiliki akhlak yang baik. Sesungguhnya kemaksiatan kepada Allah jauh dari orang yang lapar, dekat dengan orang yang kenyang. Kekenyangan dapat mematikan hati dan hanya akan menghasilkan kesenangan, senda gurau, dan tertawa yang tidak bermanfaat” (Jami’ al-Uluum wa al-Hikam, hal. 472).

       Sementara Imam asy-Syafi’iy rahimahullah berkata:

ما شبعت منذ ستة عشرة سنة إلا شبعة أطرحها، لأن الشبع يثقل البدن ويزيل الفطنة ويجلب النوم ويضعف صاحبه عن العبادة

Aku tidak pernah kenyang selama enam belas tahun kecuali satu kali saja yang Aku berusaha untuk mengeluarkannya. Kekenyangan itu menjadikan badan sulit bergerak, kecerdasan semakin berkurang, sering tidur, dan melemahkan seseorang dari beribadah” (Jami al-Uluum wal Hikam, hal. 473).

Ketiga: Shalat Malam (وقيام الليل)

       Di antara obat hati yang keras adalah shalat malam. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan untuk shalat malam dan menyebutkan beberapa keutamaannya:

عَلَيْكُمْ بِقِيَامِ اللَّيْلِ فَإِنَّهُ دَأَبُ الصَّالِحِينَ قَبْلَكُمْ، وَهُوَ قُرْبَةٌ إِلَى رَبِّكُمْ، وَمَكْفَرَةٌ لِلسَّيِّئَاتِ، وَمَنْهَاةٌ لِلإِثْمِ

Artinya:

Hendaknya kalian melakukan shalat malam, karena shalat malam merupakan kebiasaan orang-orang shalih sebelum kalian, dan sesungguhnya shalat malam mendekatkan kepada Allah, serta menghalangi dari dosa, menghapus kesalahan, dan menolak penyakit dari badan” (Diriwayatkan oleh at-Tirmidziy, no. 3472).

       Dan juga dalam hadits Abdullah bin Salam radihiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menyebutkan keutamaan yang lain dari shalat malam, beliau bersabda:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ أَفْشُوا السَّلَامَ، وَأَطْعِمُوا الطَّعَامَ، وَصِلُوا الْأَرْحَامَ، وَصَلُّوا بِاللَّيْلِ وَالنَّاسُ نِيَامٌ، تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ بِسَلَامٍ

Artinya:
Wahai manusia! tebarkanlah salam , berilah makan, sambunglah tali silaturrahim, shalat di malam hari ketika manusia sedang tidur, maka kalian akan masuk Surga” (Diriwayatkan oleh at-Tirmidziy, no. 2485, Ibnu Majah, no. 3251).

Keempat: Merendahkan Diri di Waktu Sahur (والتضرع عند السحر)

       Merendahkan diri di waktu sahur yakni memperbanyak beristigfar dan berdoa kepada-Nya pada waktu tersebut. Dan ini merupakan ciri orang-orang yang bertakwa yang akan dimasukkan ke dalam Surga. Sebagaimana firman Allah Subhanahu Wata’ala:

إِنَّ الْمُتَّقِينَ فِي جَنَّاتٍ وَعُيُونٍ . آخِذِينَ مَا آتَاهُمْ رَبُّهُمْ . إِنَّهُمْ كَانُوا قَبْلَ ذَلِكَ مُحْسِنِينَ . كَانُوا قَلِيلًا مِنَ اللَّيْلِ مَا يَهْجَعُونَ . وَبِالْأَسْحَارِ هُمْ يَسْتَغْفِرُونَ

Artinya:
Sesungguhnya orang-orang yang bertaqwa itu berada dalam taman-taman (surga) dan mata air-mata air, Sambil menerima segala pemberian Rabb mereka. Sesungguhnya mereka sebelum itu di dunia adalah orang-orang yang berbuat kebaikan. Di dunia mereka sedikit sekali tidur di waktu malam. Dan selalu memohonkan ampunan di waktu pagi sebelum fajar” (Surah adz-Dzariyaat, ayat 15-18).

       Duduk atau bergaul dengan orang-orang shalih sangat berpengaruh pada kebaikan hati seseorang, karena orang shalih akan membantu saudaranya dalam kebaikan dan ketaatan kepada Allah Subhanahu Wata’ala.

       Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

مَثَلُ الجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالسَّوْءِ، كَحَامِلِ المِسْكِ وَنَافِخِ الكِيرِ، فَحَامِلُ المِسْكِ: إِمَّا أَنْ يُحْذِيَكَ، وَإِمَّا أَنْ تَبْتَاعَ مِنْهُ، وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ مِنْهُ رِيحًا طَيِّبَةً، وَنَافِخُ الكِيرِ: إِمَّا أَنْ يُحْرِقَ ثِيَابَكَ، وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ رِيحًا خَبِيثَةً

Artinya:

Pemisalan teman yang baik dan teman yang buruk seperti seorang penjual minyak wangi dan seorang pandai besi. Penjual minyak wangi mungkin akan memberimu minyak wangi, atau engkau akan membeli darinya, atau kalau tidak maka engkau akan mencium bau wangi darinya, sedangkan pandai besi, bisa jadi (percikan apinya) akan mengenai pakaianmu, atau kalau tidak maka engkau akan mencium bau yang tidak sedap” (Diriwayatkan oleh al-Bukhariy, no. 5534, dan Muslim, no. 2628).

       Demikian beberapa obat hati yang keras yang disebutkan oleh al-Imam Ibrahim al-Khawwash dan Yahya bin Mu’adz rahimahumallah. Semoga bermanfaat dan semoga Allah Subhanahu Wata’ala menganugerahkan kepada kita hati yang lembut. Aamiin.
Washallallahu alaa nabiyyina muhammadin wa ‘alaa alihi waashabihi ajmaiin. Walhamdulillahi Rabbil Alamiin.


Disampaikan pada acara Tabligh Akbar Masjid Agung Kota Pare-Pare, 08 Muharram 1446H / 14 Juli 2024M.